ARIPITSTOP.COM – Kalau melihat prestasi para pembalap Indonesia terutama pembalap dari Tim Astra Honda Racing Team, kita sudah tidak meragukan prestasi mereka di kancah balap Nasional bahkan sampai Asia karena mereka sudah langganan kampiun, tengok saja Dimas Ekky, Gerry Salim, Rheza Danica sampai Mario Aji, namun ketika mereka berlaga di sirkuit luar negeri terutama di Eropa, mereka seperti susah untuk bersaing dengan pembalap luar negeri terutama para pembalap Eropa. Rizky Christanto selaku Manager Motorsport PT. Astra Honda Motor (AHM), membeberkan alasan kenapa para pembalap Indonesia susah bersaing di luar negeri.

Rizky Christanto mengatakan bahawa alasan para pembalap Indonesia susah bersaing di kancah dunia salah satunya karena di Indonesia masih minim fasilitas sirkuit bertaraf internasional. Meski kini sudah ada sirkuit Mandalika namun jika dibandingkan dengan sirkuit2 di Eropa masih kalah jumlahnya. Para pembalap harus lebih cepat beradaptasi dengan sirkuit yang berbeda, sedangkan pembalap Eropa sudah terbiasa dengan sirkuit di Eropa karena sudah menjadi tempat latihan mereka setiap harinya.

“Jadi gini, seorang rider yang baik itu mereka harus bisa meradaptasi dengan sirkuit manapun secepat mungkin. seperti yang kita tahu di Indonesia kita tidak punya trek yang cukup memadai, walaupun ada tapi jauh di Mandalika, tahun kemarin selama 2 tahun kita tidak ada kejuaraan yang bisa kita ikuti, dan ini jadi PR besar” ungkap Rizky saat ditemui di Hotel Pullman Jakarta.

“Kalau kita lihat di tahun sebelumnya seperti di Sentul itu hampir semua pembalap Indonesia bisa kedepan bahkan bisa juara, kenapa? Karena kita begitu hafal sirkuit, tetapi begitu pindah ke sirkuit lain, adaptasinya tidak secepat pembalap lain yang sudah terbiasa untuk menggunakan trek-trek yang berbeda. Mereka punya trek yang berbeda jadi terbiasa dengan trek baru. PR kita adalah untuk bisa seberapa cepat pembalap kita beradaptasi, makanya itu jadi PR kita” tambahnya.

Lebih lanjut menjelaskan, Para pembalap Indonesia lebih sering balapan di sirkuit Non Permanen yang memiliki karakter sangat jauh berbeda dibandingkan dengan sirkuit Permanen. Ketika pembalap yang terbiasa dengan sirkuit non permanen stop and go kemudian balapan di sikruit yang besar, mereka akan kesulitan.

“Lebih gampangnya ketika kemarin balapan di Mandalika Racing Series ada pembalap yang baru pertama kali balapan di Mandalika. Ketika pembalap itu sudah terbiasa dengan sirkuit kecil non permanen, seperti saat balapan memakai motor bebek. Mereka jadi seperti…. grogi saat balapan di Mandalika dengan sirkuit yang lebar, racing linenya berbeda.” tambahnya.

“Kalau pembalap pemula di Eropa, balapan mereka ya hanya ada di CEV dengan sirkuit yang dipakai MotoGP. Jadi mereka sudah terbiasa dengan karakter sirkuit disana, ketika balapan di kelas lebih tinggi lebih mudah beradaptasi dengan sirkuit. Dibandingkan pembalap kita, ketika disana (eropa) mereka harus beradaptasi dulu, itulah kenapa kita harus mencari pembalap yang cepat beradaptasi, punya mental cepat beradaptasi dengan cepat.”

“Itulah menapa kita bawa salah satu rider kita yang berlaga di ajang Junior GP yaitu Fadhilah Arbi Adhitama ke Eropa bahkan tinggal disana, langsung berlatih disana adalah untuk bisa menghadapi trek2 yang berbeda. Menurut saya sih seharusnya kita punya sirkuit yang lebih banyak. Makanya solusinya kita mencoba membuat trek yang kita buat sendiri di Safety Riding Center Cikarang yang digunakan untuk sekolah balap AHRS.” pungkasnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini